Latest News

Tampilkan postingan dengan label CINTA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CINTA. Tampilkan semua postingan

Sejarah Hari Valentine 14 Februari: Kisah yang Bikin Kamu Pingin Nangis



Setiap tanggal 14 Februari, dunia merayakan Hari Valentine sebagai momen penuh cinta dan kasih sayang. Namun, di balik perayaan yang identik dengan bunga, cokelat, dan surat cinta ini, tersimpan sejarah panjang yang mungkin bikin kamu terharu. 


Awal Mula: Pengorbanan Santo Valentinus


Kisah Valentine diyakini bermula dari Santo Valentinus, seorang pendeta di Roma pada abad ke-3. Pada masa itu, Kaisar Claudius II melarang pernikahan bagi para prajurit, karena dianggap melemahkan semangat juang mereka. Namun, Santo Valentinus diam-diam tetap menikahkan pasangan yang saling mencintai. 


Aksi ini membuatnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Konon, sebelum eksekusinya, ia mengirim surat kepada putri sipir penjara yang buta, yang telah ia sembuhkan. Surat itu diakhiri dengan kata-kata "From your Valentine", yang menjadi inspirasi tradisi kartu Valentine hingga kini. 


Festival Lupercalia: Asal-usul Tradisi Cinta


Sebelum dihubungkan dengan kisah Santo Valentinus, tanggal 14 Februari juga bertepatan dengan Festival Lupercalia, sebuah tradisi Romawi kuno yang dirayakan untuk kesuburan dan perlindungan dari roh jahat. Dalam festival ini, para pria akan mencabut nama perempuan secara acak untuk menjadi pasangan mereka selama perayaan. 


Valentine di Era Modern


Seiring waktu, Hari Valentine berkembang menjadi perayaan cinta di berbagai negara. Kini, orang-orang menyatakan perasaan melalui kartu ucapan, hadiah, hingga momen romantis bersama pasangan. Tapi, buat yang jomblo, jangan sedih! Valentine juga bisa jadi hari untuk mencintai diri sendiri dan orang-orang terdekat. 


Jadi, sekarang kamu tahu kan kalau sejarah Hari Valentine nggak hanya soal cokelat dan bunga, tapi juga tentang pengorbanan dan kasih yang tulus? Semoga cerita ini bikin kamu makin menghargai arti cinta yang sebenarnya!

7 Ide Makan Malam Romantis di Rumah untuk Pasangan


Menciptakan momen romantis di rumah bisa menjadi cara yang sempurna untuk mempererat hubungan dengan pasangan. Salah satu cara yang paling menyenangkan adalah dengan menyiapkan makan malam romantis. Tidak perlu keluar rumah atau mengeluarkan biaya besar, kamu bisa menciptakan suasana yang intim dan penuh kasih dengan memasak bersama pasangan. Berikut beberapa ide makan malam romantis di rumah yang bisa kamu coba untuk membuat malam spesial semakin berkesan.


 1. Makanan Italia: Pasta dengan Saus Keju dan Anggur Merah

Makanan Italia selalu menjadi pilihan yang sempurna untuk makan malam romantis. Pasta, khususnya pasta dengan saus keju atau carbonara, menawarkan rasa yang lezat dan cukup mudah untuk dibuat di rumah. Kamu bisa memulai dengan memasak pasta pilihan dan membuat saus krim dengan keju parmesan atau keju mozzarella. Sajikan dengan irisan roti bawang dan segelas anggur merah. Suasana romantis akan semakin terasa dengan musik Italia yang lembut mengalun di latar belakang.


Tips Menambah Keintiman:

- Gunakan lilin sebagai penerangan utama.

- Siapkan musik lembut seperti lagu-lagu Italia yang klasik.

- Sajikan dengan hidangan pencuci mulut, seperti tiramisu atau panna cotta.


 2. Makanan Prancis: Beef Bourguignon dan Pannacotta

Makanan Prancis identik dengan kesan mewah dan elegan. Salah satu hidangan klasik yang cocok untuk makan malam romantis adalah beef bourguignon, semur daging sapi yang dimasak dengan anggur merah dan rempah-rempah. Hidangan ini membutuhkan waktu memasak yang cukup lama, namun hasilnya akan sangat memuaskan. Sebagai pendampingnya, sajikan pannacotta sebagai hidangan penutup yang lembut dan manis.


Tips Menambah Keintiman:

- Hiasi meja makan dengan bunga segar, seperti mawar merah atau lavender.

- Sajikan hidangan ini di atas piring cantik dan pastikan tampilan hidangan menarik.


 3. Makanan Jepang: Sushi dan Sake

Untuk pasangan yang menyukai makanan ringan dan sehat, sushi bisa menjadi pilihan yang tepat. Kamu bisa menyiapkan beberapa jenis sushi, seperti sushi salmon, tuna, atau bahkan sushi vegetarian. Lengkapi hidangan dengan sake (minuman khas Jepang) atau teh hijau. Jika ingin suasana lebih santai, kamu bisa mencoba memasak ramen atau udon sebagai hidangan tambahan.


Tips Menambah Keintiman:

- Buat suasana seperti di restoran Jepang dengan menggunakan tatami atau meja rendah.

- Siapkan lampu lembut dan musik Jepang yang menenangkan untuk menambah kedamaian.


 4. Makanan Mediterania: Grilled Chicken dan Greek Salad

Makanan Mediterania dikenal dengan cita rasa segarnya, seperti grilled chicken yang dilengkapi dengan Greek salad. Hidangan ini mudah disiapkan dan penuh dengan rasa. Untuk membuatnya lebih spesial, sajikan dengan tzatziki (saus yogurt khas Yunani) dan beberapa potong pita. Kamu bisa menambahkan hidangan penutup seperti baklava atau sorbet buah untuk melengkapi makan malam.


Tips Menambah Keintiman:

- Sajikan makanan di atas piring besar dengan tema Mediterania.

- Buat suasana luar ruangan, jika memungkinkan, dengan makan di teras atau balkon dengan lampu gantung.


 5. Makanan Sehat: Salad Buah dan Smoothie

Jika pasanganmu lebih suka makanan sehat dan ringan, salad buah dengan topping yogurt dan smoothie adalah pilihan yang sempurna. Kamu bisa membuat salad dengan berbagai jenis buah segar seperti mangga, kiwi, dan blueberry. Lengkapi dengan dressing madu dan lemon. Untuk minumannya, buat smoothie dari buah-buahan segar atau susu almond untuk memberi kesan segar dan menyegarkan.


Tips Menambah Keintiman:

- Sajikan dalam mangkuk kecil dengan sendok cantik.

- Nikmati makan malam ini sambil menonton film favorit bersama pasangan.


 6. Makanan Korea: BBQ di Rumah

Makanan Korea sangat cocok untuk acara makan malam yang santai tapi tetap penuh keseruan. Kamu bisa membuat BBQ Korea dengan memanggang daging sapi, ayam, atau babi di atas grill mini. Sajikan dengan berbagai lauk pendamping seperti kimchi, banchan (lauk kecil), dan nasi putih. Jika kamu tidak punya alat grill, bisa menggunakan wajan besar di atas kompor. Makan sambil mempersiapkan makanan bersama pasangan pasti akan menjadi pengalaman yang menyenangkan.


Tips Menambah Keintiman:

- Siapkan tenda atau ruangan dengan suasana ala Korea, seperti menggunakan kain merah dan aksen-aksen oriental.

- Jangan lupa untuk menyediakan minuman khas Korea, seperti soju atau teh hijau Korea.


 7. Makanan Vegan: Buddha Bowl dan Jus Segar

Bagi pasangan yang lebih memilih makanan berbasis nabati, Buddha bowl adalah pilihan yang tepat. Ini adalah hidangan yang terdiri dari berbagai jenis sayuran segar, quinoa, hummus, dan kacang-kacangan. Kamu bisa menambahkan dressing seperti tahini atau balsamic vinegar untuk memberikan rasa yang lebih kaya. Untuk minuman, buat jus segar dari jeruk, apel, atau wortel.


Tips Menambah Keintiman:

- Hiasi meja dengan daun hijau segar dan beberapa lilin aromaterapi untuk menciptakan suasana relaksasi.

- Pilih alat makan yang terbuat dari bahan alami seperti kayu atau bambu untuk menambah sentuhan ramah lingkungan.


Makan malam romantis di rumah bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang menciptakan momen yang penuh kehangatan dan kebersamaan dengan pasangan. Dengan memilih menu yang disukai bersama dan menyiapkan suasana yang nyaman, kamu bisa membuat malam tersebut menjadi tak terlupakan. Apapun jenis hidangannya, yang terpenting adalah perhatian dan usaha yang kamu berikan untuk membuat pasangan merasa spesial. Selamat mencoba dan semoga momen romantismu semakin berkesan!


Untuk lebih banyak inspirasi seputar gaya hidup dan tips, kunjungi jatimku.com!

Belajar dari Kasus Pengantin Kabur, Tips Atur Nikah 'Low Budget'


Hai Sobat, pasti sudah dengar kasus pengantin kabur yang beberapa kali terjadi, salah satunya yang dialami oleh wanita asal Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Wanita berinisial RD ini ditinggal pasangannya saat pernikahan, video RD berdiri di pelaminan tanpa didampingi pengantin pria itu viral. Awalnya tak ada yang tahu keberadaan pengantin pria karena kabur, lalu muncul dengan membuat pengakuan setelah video RD viral.

Gandi dan Ranting, itulah nama pengantin yang gagal menikah dan menjadi viral. Pengantin pria bernama Gandi mengaku, jika ia melarikan diri karena masalah menjelang pernikahan seperti biaya hiburan musik dan make up. Alih-alih tak sanggup dengan biaya pernikahan, Gandi memilih kabur dengan uang Rp 1,5 juta yang didapatkannya dari menggadaikan motor, ia kabur ke Kalimantan untuk merantau guna menutup biaya pernikahan. Mulanya, uang ini ingin digunakannya untuk membayar biaya hiburan musik.

Baca juga :  Bulan Madu Budget 3 Jutaan ke Nusa Penida, Bali

Nah, lho bingung dengan biayanya, tetapi tidak jadi menikah rugi besar pastinya. Tak hanya menjadi kekecewaan dan membuat malu keluarga, tetapi akan menyulitkan diri sendiri jika biaya pernikahan yang tak terbilang sedikit harus dibayar. Ya, seringkali saat akan menikah pengantin akan merelakan barang berharga agar keinginannya menikah terwujud. Walaupun begitu, Sobat tidak bisa memaksakan diri jika mempunyai latar belakang ekonomi yang kurang mampu. Biaya menjadi masalah yang sulit, oleh karena itu perlu menyiapkan pernikahan versi hemat atau low budget. Yuk, simak tips pernikahan low budget!

1. Berani berkonsultasi

Buat Sobat, yang ingin pernikahan tetap berjalan dengan low budget sebaiknya saling terbuka untuk mengungkapkan kesulitan dan mendiskusikannya. Jika membutuhkan bantuan pihak luar, Sobat bisa berkonsultasi dengan wedding planner. Sehingga, masalah yang dialami bisa dipahami. Wedding planner sendiri mewujudkan keinginan calon pengantin, termasuk kebutuhan dan anggaran pernikahannya. Selain itu, Sobat juga bisa mencari vendor yang sesuai dengan budget, inilah trik untuk menghemat budget kembali lagi ke calon pengantin. Sobat bisa mencari referensi tentang berbagai vendor acara pernikahan, banyak vendor yang mempunyai kualitas bagus, tapi low budget.

2. Menetapkan standar anggaran

Hal yang penting untuk calon pengantin adalah menentukan standar anggaran sebelum menikah agar tidak terjadi overbudget. Dengan standar anggaran, Sobat bisa memilih vendor yang diinginkan, misalnya menginginkan satu vendor untuk MUA. Yap, imbangi vendor lain yang masih bisa ditawar, setidaknya bisa disesuaikan dengan budget agar tidak terjadi overbudget. Selain itu, Sobat juga perlu menyesuaikan jumlah tamu undangan dengan anggaran yang juga menjadi cara efektif untuk mencegah overbudget.

Baca juga : Keuntungan Nikah Muda

3. Tentukan MUA

Seperti permasalahan Gandi yang memilih kabur karena biaya make up, Sobat disarankan untuk memastikan siapa MUA atau make up artist-nya. Sebab, kebutuhan satu ini membutuhkan biaya tidak sedikit dan bisa dikenai biaya tambahan jika riasan dilakukan di luar paket. Tak jarang, calon pengantin mengeluhkan mahalnya biaya MUA, tetapi ini hal lumrah karena untuk mendapatkan hasil riasan yang tahan lama dan tidak retak selama berlangsungnya acara perlu memakai make up yang bagus dan dilakukan dengan teknik yang benar.

4. Memangkas acara

Mahalnya biaya pernikahan bisa disebabkan oleh banyaknya acara, misalnya calon pengantin ingin prosesi adat Jawa. Walaupun ini merupakan dari budaya, ada baiknya dilompati saja untuk bisa menghemat biaya. Seperti yang kita ketahui, adat Jawa mempunyai banyak prosesi, sehari sebelum akad biasanya akan ada acara siraman, midodareni, dan lain-lain. Setelah akad pun biasanya ada resepsi dan prosesi seperti sungkeman, panggih, tukar kembang mayang, dan lainnya.

Nah, itulah tips buat Sobat Kepanjen Kita yang akan menikah, jika memang tidak mampu ada baiknya saling terbuka, nih. Daripada kabur, biaya yang lain sudah dibayarkan, tetapi tidak jadi menikah pastinya akan merugi. Jadi, Sobat lebih milih yang low budget atau overbudget buat pernikahan? Eh, nikah di KUA aja deh murah meriah, upss!

Tips Membangun Rasa Percaya Diri

 


Tips Membangun Rasa Percaya Diri – Rasa percaya diri sangat penting dimiliki oleh setiap orang, tapi faktanya tingkat kepercayaan diri setiap orang berbed-beda. Bahkan nggaj jarang juga orang bisa mengalami krisis kepercayaan diri, menjadi takut dan malu untuk melakukan atau bahkan hanya sekedar menjumpai sesuatu. Apakah kita salah satunya? Bisa jadi, kadang nggak sadar kalau pernah mengalami hal ini. Lalu bagaimana menangainya?

Sebelum saya membagi tips membangun rasa percaya diri untuk teman-teman alangkah baiknya kita mengenali dulu faktor-faktor yang menyebabkan rasa tidak percaya diri itu muncul. Dengan begitu kita nggak akan salah memilih cara untuk mengatasinya. Berikut ini cara tips membangun rasa percaya diri berdasarkan faktor penyebabnya.

1. Penampilan

Pertama adalah faktor penampilan. Nggak bisa dipungkiri kalau sedikit banyak kita ingin tampil oke di hadapan orang lain. Penampilan yang kita anggap nggak nyaman atau kurang sempurna bisa menimbulkan rasa malu pada diri kita. Malu bertemu orang lain dengan kondisi penampilan yang “nggak oke”, apalagi kalau orang itu adalah orang istimewa. Tentunya kita ingin menunjukkan sisi terbaik dari diri kita di depan orang itu, terutama bagi perempuan penampilan adalah salah satu sisi penting meskipun bukan yang terpenting.

Kawan, kita nggak bisa memanjakan setiap mata dengan penampilan fisik kita yang sempurna, tapi merawat fisik juga termasuk salah satu cara bersyukur atas ciptaan-Nya bukan. Jadi sudah seharusnya kita merawatnya dengan baik, mempunyai fisik yang ideal juga bisa mendorong kita untuk lebih percaya diri tampil di depan umum. Misalnya kita merasa tinggi badan kurang, kita bisa mencoba mengatasinya dengan cara ini 3 faktor yang mempengaruhi tinggi badan


2. Kemampuan Diri

Kedua adalah kemampuan yang kita miliki. Ada kalanya kita berpikir “aku bisa apa ya?”, “ah dia lebih pinter dari aku deh kayanya”, atau mungkin juga “aku nggak ada apa-apanya dibanding dia mending aku mundur, dan beberapa pemikiran lainnya.

Halo halo.. Kita punya kemampuan masing-masing yang berbeda. Kita jago di bidang kita masing-masing, jadi kurangi menganggap rendah diri sendiri ya. Kalau kita merasa kemampuan kita masih kurang ya solusinya diasah lagi kemampuan yang kurang itu, bukan menganggap rendah diri sendiri. Misalnya kita merasa public speaking kurang bagus, kita harus asah kemampuan itu. Misalnya dengan belajar berbicara di depan cermin, latihan bersama teman, atau tips untuk meningkatkan kemampuan public speaking

Percaya diri itu penting lho, percaya diri adalah wujud bahwa kita menghargai dan mencintai diri sendiri. Kalau ada punya tips yang lain jangan lupa share di kolom komentar ya, mari berbagi untuk meningkatkan rasa percaya diri.

CARA ELEGAN MELABRAK SELINGKUHAN PASANGAN



Anisa AE - Banyak hal yang membuat rumah tangga hancur. Salah satunya adalah orang ketiga. Sayangnya, banyak pula yang tidak mengerti bagaimana cara melabrak selingkuhan pasangan. Well, padahal yang salah adalah pasangan dan selingkuhannya.

Beberapa waktu lalu, ternyata ada yang mencari di blog saya dengan keyword 'Cara Melabrak Selingkuhan'. Wow, ternyata ada juga ya yang butuh tutorial seperti itu? Iya emang sih kalau pasangan selingkuh itu, bawaannya pingin marah dan melabrak mereka. Eh, tapi gimana caranya? Mau langsung melabrak, takut serba salah. 


Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi ( ... dan Kembali)


Anisa - Inilah salah satu cerpen Mbak Helvy yang sangat menggugah kehidupan saya. Membaca cerpen ini membuat air mata saya tak berhenti mengalir. Sampai-sampai merelakan waktu tidur siang untuk membaca cerita ini sampai selesai. Hanya butuh waktu lima menit (bagi saya) untuk menyelesaikannya. Terima kasih Mbak Helvy, semoga cerita ini juga bisa menginspirasi pembaca yang lain. I Mas Gagah berubah! Ya, sudah beberapa bulan belakangan ini Mas, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu benar-benar berubah. Mas Gagah Perwira Pratama, masih kuliah tingkat akhir di Teknik Sipil UI. Ia seorang kakak yang sangat baik, cerdas, periang dan tentu saja ganteng! Mas Gagah juga sudah mampu membiayai kuliahnya sendiri dari hasil mengajar privat matematika untuk anak-anak SMP dan SMA, menjadi model majalah, hingga menjadi senpai di sebuah klub karate.
“Hai cewek tomboi!” sapanya suatu kali. “Waktunya kamu belajar bela diri! Percuma kan punya Mas karateka sabuk hitam, kalau kamu nggak bisa karate?” Hari-hari kami pun bertambah dengan berlatih karate bersama. “Nggak usah kursus. Kursus sama Mas aja. Habis ini latihan modeling ya, biar jalanmu nggak lebih gagah dari Mas!” sindirnya sambil senyum. Sejak kecil aku sangat dekat dengannya. Tak ada rahasia di antara kami. Ia selalu mengajakku kemana ia pergi. Ia yang menolong saat aku butuh pertolongan. Ia menghibur dan membujuk di saat aku bersedih. Membawakan oleh-oleh sepulang sekolah dan mengajariku mengaji. Pendek kata, ia selalu melakukan hal-hal yang baik, menyenangkan dan berarti banyak untukku. Saat memasuki usia dewasa kami jadi makin dekat. Kalau ada saja sedikit waktu kosong, maka kami akan menghabiskannya bersama. Jalan-jalan, nonton film, konser musik atau sekadar bercanda bersama teman-teman. Mas Gagah yang humoris itu akan membuat lelucon-lelucon santai hingga aku dan teman-temanku tertawa terbahak-bahak. Dengan sedan putihnya ia berkeliling mengantar teman-temanku pulang usai kami latihan teater. Kadang kami mampir dan makan dulu di Kemang atau tempat-tempat yang sedang happening. Tak ada yang tak menyukai Mas Gagah. Jangankan keluarga atau tetangga, nenek-kakek, orang tua dan adik kakak teman-temanku menyukai sosoknya! “Kakak kamu itu keren, cute, macho dan humoris. Masih kosong nggak sih?” “Git, gara-gara kamu bawa Mas Gagah ke rumah, sekarang orang serumahku sering membanding-bandingkan teman cowokku sama Mas Gagah lho! Gila, berabe kan?” “Gimana ya Git, agar Mas Gagah suka padaku?” Dan masih banyak lontaran-lontaran senada yang mampir ke kupingku. Aku cuma mesam-mesem. Bangga. Pernah kutanyakan pada Mas Gagah mengapa ia belum punya pacar. Apa jawabnya? “Mas belum minat tuh! Kan lagi konsentrasi kuliah. Lagian kalau Mas pacaran, banyak anggaran. Banyak juga yang patah hati! Hehehe,” kata Mas Gagah pura-pura serius. Mas Gagah dalam pandanganku adalah sosok ideal. Kombinasi yang unik dari banyak talenta. Ia punya rancangan masa depan, tapi tak takut menikmati hidup. Ia moderat tapi tak pernah meninggalkan shalat! He’s a very easy going person. Almost perfect! Huaa, itulah Mas Gagah. Mas Gagah-ku yang dulu! Namun seperti yang telah kukatakan, entah mengapa beberapa bulan belakangan ini ia berubah. Drastis! Dan kalau aku tak salah, itu seusai ia pulang dari Madura. “Memang ngapain sih Mas, ke Madura segala? Lama lagi!” “Diajak survei sama salah satu profesor dan kontraktor, untuk perencanaan bangunan besar di sana, Dik Manis! Sekalian penelitian skripsi Mas….” Ah, soal bangunan dan penelitian skripsi. Lalu kenapa Mas Gagah bisa berubah jadi aneh gara-gara hal tersebut? Pikirku waktu itu. “Mas ketemu kiai hebat di Madura,” cerita Mas Gagah antusias. “Namanya Kiai Ghufron! Subhanallah, orangnya sangat bersahaja, santri-santrinya luar biasa! Di sana Mas memakai waktu luang Mas untuk mengaji pada beliau. Dan tiba-tiba dunia jadi lebih benderang!” tambahnya penuh semangat. “Nanti kapan-kapan kita ke sana ya, Git. Huh. Dan begitulah. Mas Gagah pun berubah menjadi lebay dalam hal agama seperti sekarang, hingga aku seolah tak mengenal dirinya lagi. Aku sedih. Aku kehilangan. Mas Gagah yang dulu, yang selalu kubanggakan kini entah ke mana….

“Mas Gagah! Mas Gagaaaaaahhh!” teriakku kesal sambil mengetuk pintu kamar Mas Gagah keras-keras. Tak ada jawaban. Padahal kata Mama Mas Gagah ada di kamarnya. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar Mas Gagah. Tulisan berbahasa arab gundul. Tak bisa kubaca. Tapi aku bisa membaca artinya : Jangan masuk sebelum memberi salam! “Assalaamu’alaikuuum!” seruku. Pintu kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Mas Gagah. “Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. Ada apa Gita? Kok teriak-teriak seperti itu?” tanyanya. “Matiin CD-nya!” kataku sewot. “Lho memang kenapa?” “Gita kesel bin sebel dengerin CD Mas Gagah! Memangnya kita orang Arab, masangnya kok lagu-lagu Arab gitu!” aku cemberut. “Ini nasyid. Bukan sekadar nyanyian Arab tapi zikir, Gita!” “Bodo!” “Lho, kamar ini kan daerah kekuasaannya Mas. Boleh dong Mas melakukan hal-hal yang Mas sukai dan Mas anggap baik di kamar sendiri,” kata Mas Gagah sabar. “Kemarin waktu Mas pasang di ruang tamu, Gita ngambek, Mama bingung. Jadinya ya, dipasang di kamar.” “Tapi kuping Gita terganggu Mas! Lagi asyik dengerin Lady Gaga eh tiba-tiba terdengar suara aneh dari kamar Mas!” “Mas kan pasangnya pelan-pelan.” “Pokoknya kedengaran!” “Ya, wis. Kalau begitu Mas ganti aja dengan nasyid yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bagus, lho! Ada koleksi Cat Steven alias Yusuf Islam yang Mas baru download nih” “Ndak, pokoknya Gita nggak mau denger!” aku ngeloyor pergi sambil membanting pintu kamar Mas Gagah. Heran. Aku benar-benar tak habis pikir mengapa selera musik Mas Gagah jadi begitu. Kemana CD para rocker yang selama ini dikoleksinya? “Wah, ini nggak seperti itu, Gita! Dengerin Lady Gaga dan teman-temannya itu belum tentu mendatangkan manfaat, apalagi pahala. Lain lah ya dengan senandung nasyid Islami. Gita mau denger? Ambil aja dari laptop. Mas punya banyak kok!” begitu kata Mas Gagah. Oalaa!

Sebenarnya perubahan Mas Gagah nggak cuma itu. Banyak. Terlalu banyak malah! Meski aku cuma adik kecilnya yang baru kelas dua SMA, aku cukup jeli mengamati perubahan-perubahan itu, walau bingung untuk mencernanya. Di satu sisi kuakui Mas Gagah tambah alim. Shalat tepat waktu, berjama’ah di masjid, ngomongnya soal agama terus. Kalau aku iseng mengintip di lubang kunci, ia pasti lagi ngaji atau baca buku Islam. Dan kalau aku mampir di kamarnya, ia dengan senang hati menguraikan isi buku yang dibacanya, atau malah menceramahiku. Ujung-ujungnya, “Ayo dong Gita, lebih feminin. Kalau kamu pakai rok atau baju panjang, Mas rela deh kasih voucher belanja yang Mas punya buat beliin kamu rok atau baju panjang. Muslimah kan harus anggun. Coba Dik manis, ngapain sih rambut ditrondolin gitu!” Uh. Padahal dulu Mas Gagah oke-oke saja melihat penampilanku yang tomboi. Dia tahu aku cuma punya dua rok! Ya rok seragam sekolah itu saja! Mas Gagah juga nggak pernah keberatan kalau aku meminjam kaos atau kemejanya. Ia sendiri dulu sering memanggilku Gito, bukan Gita! Eh, sekarang pakai manggil Dik Manis segala! Hal lain yang nyebelin, penampilan Mas Gagah jadi aneh. Sering juga Mama menegurnya. “Penampilanmu kok sekarang lain, Gah?” “Lain gimana, Ma?” “Ya, nggak semodis dulu. Nggak dandy lagi. Biasanya kamu yang paling sibuk dengan penampilan kamu yang kayak cover boy itu.” Mas Gagah cuma senyum. “Suka begini, Ma. Bersih, rapi meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun.” Ya, dalam penglihatanku Mas Gagah jadi lebih kuno dengan kemeja lengan panjang atau baju koko yang dipadu dengan celana panjang longgar. “Jadi mirip Pak Gino,” komentarku menyamakannya dengan sopir kami. “Untung saja masih lebih ganteng.” Mas Gagah cuma tertawa. Mengacak-acak rambutku dan berlalu. Mas Gagah lebih pendiam? Itu juga sangat kurasakan. Sekarang Mas Gagah nggak lucu seperti dulu. Kayaknya dia juga malas banget ngobrol lama atau becanda sama perempuan. Teman-temanku bertanya-tanya. Thera, peragawati sebelah rumah, kebingungan. Dan yang paling gawat, Mas Gagah emoh salaman sama perempuan! Kupikir apa sih maunya Mas Gagah? “Sok keren banget sih Mas? Masak nggak mau salaman sama Tresye? Dia tuh cewek paling beken di Sanggar Gita tahu?” tegurku suatu hari. “Jangan gitu dong. Sama aja nggak menghargai orang!” “Justru karena Mas menghargai dia makanya Mas begitu,” dalihnya, lagi-lagi dengan nada amat sabar. “Gita lihat kan orang Sunda salaman? Santun meski nggak sentuhan. Itu sangat baik!” Huh. Nggak mau salaman. Ngomong nunduk melulu, sekarang bawa-bawa orang Sunda. Apa hubungannya? Mas Gagah membawa sebuah buku dan menyorongkannya padaku. “Nih, baca, Dik!” Kubaca keras-keras. “Dari ‘Aisyah ra. Demi Allah, demi Allah, demi Allah. Rasulullah Saw tidak pernah berjabat tangan dengan wanita kecuali dengan mahromnya. Hadits Bukhari Muslim!” Si Mas tersenyum. “Tapi Kiai Anwar mau salaman sama Mama. Haji Kari, Haji Toto, Ustadz Ali,” kataku. “Bukankah Rasulullah uswatun hasanah? Teladan terbaik?” kata Mas Gagah sambil mengusap kepalaku. “Biar saja mereka begitu, tetapi Mas tidak, nggak apa kan? Coba untuk mengerti dan menghargai ya, Dik Manis?” Dik Manis? Coba untuk mengerti? Huh! Dan seperti biasa aku ngeloyor pergi dari kamar Mas Gagah dengan mangkel. Menurutku Mas Gagah sekarang terlalu fanatik! Aku jadi khawatir. Ah, aku juga takut kalau dia terbawa oleh orang-orang sok agamis tapi ngawur. Namun, akhirnya aku nggak berani menduga demikian. Mas-ku itu orangnya cerdas sekali! Jenius malah! Umurnya baru 20 tahun tapi sudah skripsi di FTUI! Dan aku yakin mata batinnya jernih dan tajam. Hanya, yaaa akhir-akhir ini ia berubah. Itu saja. Kutarik napas dalam-dalam.

“Mau kemana, Git!?” “Nonton sama teman-teman.” Kataku sambil mengenakan sepatu. “Habis Mas Gagah kalau diajak nonton sekarang kebanyakan nolaknya!” “Ikut Mas aja, yuk!” “Kemana? Ke tempat yang waktu itu lagi? Ogah! Gita kayak orang bego di sana!” Aku masih ingat jelas. Beberapa waktu yang lalu Mas Gagah mengajakku pengajian di rumah temannya. Terus pernah juga aku diajak menghadiri tabligh akbar di suatu tempat. Bayangin, berapa kali aku dilihatin sama cewek-cewek lain yang kebanyakan berjilbab itu. Pasalnya, aku kesana memakai kemeja lengan pendek, jins belel dan ransel kumalku. Belum lagi rambut trondol yang tak bisa kusembunyikan, meski sudah memakai topi. Sebenarnya Mas Gagah menyuruhku memakai baju panjang dan kerudung yang biasa Mama pakai mengaji. Aku nolak sambil mengancam tak mau ikut. “Assalaamu’alaikum!” terdengar suara beberapa lelaki. Mas Gagah menjawab salam itu. Tak lama kulihat Mas Gagah dan teman-temannya di ruang tamu. Aku sudah hafal dengan teman-teman si Mas ini. Masuk, lewat, nunduk-nunduk, senyum sedikit, nggak ngelirik aku, persis kelakuannya Mas Gagah. “Lewat aja nih, Mas? Gita nggak dikenalin?” tanyaku iseng. Dulu nggak ada deh teman Mas Gagah yang nggak akrab denganku. Tapi sekarang, Mas Gagah jarang memperkenalkan mereka padaku. Padahal teman-temannya lumayan ganteng. Mas Gagah menempelkan telunjuknya di bibir. “Ssssttt !” Seperti biasa, aku bisa menebak kegiatan mereka. Pasti ngomongin soal-soal keIslaman, diskusi, belajar baca Al-Quran atau bahasa Arab, yaaa begitu deh!

Subhanallah, berarti kakak kamu ikhwan dong!” seru Tika setengah histeris mendengar ceritaku. Teman akrabku ini memang sudah sebulan ini berjilbab rapi. Memuseumkan semua baju you can see-nya. “Ikhwan?” ulangku. “Makanan apaan tuh? Saudaranya bakwan atau tekwan?” suaraku yang keras membuat beberapa makhluk di kantin sekolah melirik kami. “Huss! Untuk laki-laki ikhwan, untuk perempuan akhwat. Artinya saudara. Biasa dipakai untuk menyapa saudara seiman kita,” ujar Tika sambil menghirup es kelapa mudanya. “Kamu tahu Hendra atau Isa, kan? Aktivis Rohis kita itu contoh ikhwan paling nyata di sekolah ini.” Aku manggut-manggut. Lagak Isa dan Hendra memang mirip Mas Gagah. “Udah deh, Git. Nggak usah bingung. Banyak baca buku Islam. Ngaji! Insya Allah kamu akan tahu meyeluruh tentang din kita. Orang-orang seperti Hendra, Isa, atau Mas Gagah bukanlah orang-orang yang error atau ke arah teroris. Nggak-lah. Mereka hanya berusaha mengamalkan Islam dengan baik. Kitanya saja yang mungkin belum mengerti dan sering salah paham.” Aku diam. Kulihat kesungguhan di wajah bening Tika, sobat dekatku yang dulu tukang ngocol ini. Tiba-tiba di mataku menjelma begitu dewasa. “Eh, kapan main ke rumahku? Mama udah kangen tuh! Aku ingin kita tetap dekat, Gita,” ujar Tika tiba-tiba. “Tik, aku kehilangan kamu. Aku juga kehilangan Mas Gagah,” kataku jujur. “Selama ini aku pura-pura cuek tak peduli. Aku sedih.” Tika menepuk pundakku. Jilbab putihnya bergerak ditiup angin. “Aku senang kamu mau membicarakan hal ini denganku. Nginap di rumah, yuk. Biar kita bisa cerita banyak. Sekalian kukenalkan pada Mbak Nadia.” “Mbak Nadia?” “Sepupuku yang kuliah di Amerika! Lucu deh, pulang dari Amrik malah pakai jilbab! Itulah hidayah!” “Hidayah?” “Nginap, ya! Kita ngobrol sampai malam sama Mbak Nadia!”

“Assalaamu’alaikum, Mas Ikhwan, eh Mas Gagah!” tegurku ramah. “Eh adik Mas Gagah! Dari mana aja? Bubar sekolah bukannya langsung pulang!” kata Mas Gagah pura-pura marah, usai menjawab salamku. “Dari rumah Tika, teman sekolah,” jawabku pendek. “Lagi ngapain, Mas?” tanyaku sambil mengintari kamarnya. Kuamati beberapa poster kaligrafi, gambar-gambar pejuang Palestina. Puisi-puisi Muhammad Iqbal tentang pemuda Islam yang tertempel rapi di dinding kamar. Lalu empat rak koleksi buku ke-Islaman…. “Cuma lagi baca, Git,” katanya. “Buku apa?” “Tumben kamu pengin tahu?” “Tunjukin dong, Mas. Buku apa sih?” desakku. “Eit, Eiiit!” Mas Gagah berusaha menyembunyikan bukunya. Kugelitik kakinya, dia tertawa dan menyerah. “Nih!” serunya memperlihatkan buku yang sedang dibacanya dengan wajah setengah memerah. “Nah yaaaa!” aku tertawa. Mas Gagah juga. Akhirnya kami bersama-sama membaca buku Memilih Jodoh dan Tata Cara Meminang dalam Islam itu…. “Maaaas….” “Apa, Dik manis?” “Gita akhwat bukan sih?” “Memangnya kenapa?” “Gita akhwat apa bukan? Ayo jawab,” tanyaku manja. Mas Gagah tertawa. Sore itu dengan sabar dan panjang lebar, ia berbicara kepadaku. Tentang Allah, tentang Rasulullah. Tentang ajaran Islam yang indah namun diabaikan dan tak dipahami ummatnya. Tentang kaum Muslimin di dunia yang sering jadi sasaran fitnah dan tentang hal-hal lainnya. Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku merasa kembali menemukan Mas Gagahku yang dulu. Mas Gagah dengan semangat terus berbicara. Terkadang ia tersenyum, sesaat sambil menitikkan air mata. Hal yang tak pernah kulihat sebelumnya! “Mas, kok nangis?” “Mas sedih karena Allah, Rasul dan Al Islam kini sering dianggap remeh. Sedih karena ummat yang banyak meninggalkan Al-Quran dan Sunnah, juga berpecah belah. Sedih karena saat Mas bersenang-senang dan bisa beribadah dengan tenang, saudara-saudara kita di negeri sendiri banyak yang mengais-ngais makanan di jalan, dan tidur beratap langit, sementara di belahan bumi lainnya sedang diperangi….” Sesaat kami terdiam. Ah, Masku yang gagah dan tegar ini ternyata sangat perasa. Sangat peduli. “Kok tumben Gita mau dengerin Mas ngomong?” tanya Mas Gagah tiba-tiba. “Gita capek marahan sama Mas Gagah!” ujarku sekenanya. “Emangnya Gita ngerti yang Mas katakan?” “Tenang aja, Gita nyambung kok!” kataku jujur. Ya, Mbak Nadia juga pernah menerangkan hal demikian. Aku mengerti meski tak mendalam. Malam itu aku tidur ditemani tumpukan buku-buku Islam milik Mas Gagah. Kayaknya aku dapat hidayah!

Hari-hari berlalu. Aku dan Mas Gagah mulai dekat lagi, meski aktivitas yang kami lakukan berbeda dengan yang dahulu. Sebenarnya banyak hal yang belum bisa kupahami, belum bisa kuterima dari keberadaan Mas Gagah, tetapi sungguh aku tak mau kehilangan sosoknya. Aku ingin bisa menjaga kedekatan kami selama ini. Kini tiap hari Minggu kami ke berbagai masjid, mendengarkan ceramah umum, atau ke tempat-tempat tabligh akbar digelar. Kadang cuma aku dan Mas Gagah, kadang-kadang bila sedikit kupaksa Mama Papa juga ikut. “Masa sekali aja nggak bisa, Pa…, tiap minggu rutin ngunjungin relasi ini itu. Kebutuhan rohaninya kapan?” tegurku. Biasanya Papa hanya mencubit pipiku sambil menyahut, “Iya deh, iya!” Pernah Mas Gagah mengajakku ke acara pernikahan temannya. Aku sempat bingung juga. Soalnya pengantinnya nggak bersanding tapi terpisah! Tempat acaranya juga begitu: dipisah antara lelaki dan perempuan. Terus bersama suvenir, para tamu dibagikan risalah nikah juga. Dalam perjalanan pulang, baru Mas Gagah memberi tahu bagaimana hakikat acara pernikahan dalam Islam. Acara itu tak boleh menjadi ajang kemaksiatan dan kemubaziran. Ia juga wanti-wanti agar aku tak mengulangi ulah mengintip tempat cowok dari tempat cewek! Aku nyengir kuda. “Mungkin kamu, mungkin kita nggak setuju, Sayang, Tapi coba untuk menghargai ya?” katanya sambil mengusap kepalaku. Kini tampaknya Mas Gagah mulai senang pergi denganku. Soalnya aku mulai bisa diatur. Pakai baju yang sopan, pakai rok panjang, ketawa nggak cekakaan. “Coba pakai jilbab, Git!” pinta Mas Gagah suatu ketika. “Lho, rambut Gita kan udah nggak trondol! Lagian belum mau deh jreng!” Mas Gagah tersenyum. “Gita lebih anggun kalau pakai jilbab dan insya Allah lebih dicintai Allah. Kayak Mama”. Memang sudah beberapa hari ini Mama berjilbab. Gara-garanya dinasehati terus sama si Mas, dibeliin buku-buku tentang wanita, juga dikompori sama teman-teman pengajian beliau. “Gita mau, tapi nggak sekarang,” kataku. Aku memikirkan bagaimana dengan seabreg aktivitasku kini, prospek masa depan, calon suami nanti, dan semacamnya. “Itu bukan halangan,” ujar Mas Gagah seolah mengerti jalan pikiranku. Aku menggelengkan kepala. Heran. Mama yang wanita karier itu kok cepat sekali terpengaruh sama Mas Gagah! “Ini hidayah, Gita!” kata Mama. Papa yang duduk di samping beliau senyum-senyum. “Hidayah? Perasaan Gita duluan deh yang dapat hidayah baru Mama! Gita pakai rok aja udah hidayah!” “Lho?” Mas Gagah bengong.

Dengan penuh kebanggaan, kutatap lekat wajah Mas Gagah. Bagaimana tak bangga? Dalam acara seminar umum tentang generasi muda Islam yang diadakan di UI, Mas Gagah menjadi salah satu pembicaranya! Aku yang berada di antara ratusan peserta ini rasa-rasanya ingin berteriak, “Hei, itu kan Mas Gagah-ku!” Mas Gagah tampil tenang. Gaya penyampaiannya bagus, materi yang dibawakannya menarik dan retorikanya luar biasa! Semua hening mendengar ia bicara. Aku juga. Mas Gagah fasih mengeluarkan ayat-ayat Al-Quran dan Hadis Rasul. Menjawab semua pertanyaan dengan baik dan tuntas. Aku sempat bingung lho, kok Mas Gagah bisa sih? Bahkan materi yang disampaikannya jauh lebih bagus daripada yang dibawakan oleh kiai-kiai kondang atau ustadz tenar yang biasa kudengar! Pembicara yang lain Mbak Nadia Hayuningtyas. Diam-diam aku makin kagum pada kakaknya Tika ini. Lembut, cantik. Cocok kali ya sama Mas Gagah! Hihi, aku jadi nyengir sendiri. Tika yang duduk di sebelahku juga tampaknya punya pikiran yang sama. Jadi kami sering lirik-lirikan dan senyum-senyum sendiri. Ketika sesi pertanyaan dibuka lagi, aku mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Ada beberapa yang ingin bertanya. Yup alhamdulillah moderator memilihku! “Yes!” kata Tika. Kulihat Mas Gagah tersenyum dari jauh. “Assalaamu’alaikum, saya Gita, masih SMA. Mau nanya nih, gimana sih hukumnya jilbab? Kan sunnah ya?” tanyaku sambil sok menjawab sendiri. Hadirin kasak kusuk. “Ih, kok tanya itu lagi. Kan udah aku kasih tahu itu wajib,”sela Tika setengah berbisik. Aku tak peduli. “Ya, setahu saya sih gitu. Ada banyak teman saya masuk pesantren. Di sana mereka pakai jilbab, tapi pas keluar ya mereka lepas-lah, malah ada yang jadi rocker.” Gerrrrr, hadirin tertawa. Tika menatapku sambil geleng-geleng kepala. Aku bingung, tapi tetap semangat. “Kayak saya nih.. Saya mau pakai jilbab, tapi ya ntar, nunggu udah nikah, udah tua atau pensiun. Lagian yang penting kan kita bisa jilbabin hati, ya ga? Buat apa pakai jilbab kalau nggak bisa jilbabin hati. Mendingan nggak dong!” Hadirin riuh rendah, bertepuk tangan. Moderator garuk-garuk kepala, persis Tika, di sampingku. “Oke, pertanyaan ditampung.” Saat moderator meminta para pembicara menanggapi, Mbak Nadia tersenyum, “Sahabat sekalian, sebagai seorang muslimah, sedikitnya saya punya 8 alasan mengapa saya memakai jilbab.” Aku menatap Mbak Nadia yang tampak lebih cantik dengan jilbab ungunya. “Mengapa saya mengenakan jilbab?. Alasan pertama karena berjilbab adalah perintah Allah dalam surat Al Ahzab ayat 59 dan An Nur ayat 31. Kedua, karena jilbab merupakan identitas utama untuk dikenali sebagai seorang muslimah. Astri Ivo, seorang artis, justru mulai menggunakan jilbab saat kuliah di jerman. Saya Alhamdulillah mulai mengenakannya saat kuliah di Amerika.” “Wuuuuiiiiih,” hadirin berdecak kagum. "Alasan ketiga saya mengenakan jilbab, karena dengan berjilbab saya merasa lebih aman dari gangguan. Dengan berjilbab, orang akan menyapa saya “Assalamu’alaikum”, atau memanggil saya “Bu Haji” yang juga merupakan do’a. Jadi selain merasa aman, bonusnya adalah mendapatkan do’a. Hal ini akan berbeda bila muslimah mengenakan pakaian yang ‘you can see everything’." Hadirin tertawa. Hmmm. “ Alasan keempat, dengan berjilbab, seorang muslimah akan merasa lebih merdeka dalam artian yang sebenarnya. Perempuan yang memakai rok mini di dalam angkot misalnya akan resah menutupi bagian-bagian tertentu tubuhnya dengan tas tangan. Nah, kalau saya naik angkot dengan berbusana muslimah saya bisa duduk seenak saya. Ayo, lebih merdeka yang mana?” Hadirin tertawa lagi. “Alasan kelima, dengan berjilbab, seorang muslimah tidak dinilai dari ukuran fisiknya. Kita tidak akan dilihat dari kurus, gemuknya kita. Tidak dilihat bagaimana hidung atau betis kita…. melainkan dari kecerdasan, karya dan kebaikan hati kita.” Aku menunduk. Benar juga. “Keenam, dengan berjilbab kontrol ada di tangan perempuan, bukan lelaki. Perempuan itu yang berhak menentukan pria mana yang berhak dan tidak berhak melihatnya”. Hadirin manggut-manggut. Yes! “Ke tujuh. Dengan berjilbab pada dasarnya wanita telah melakukan seleksi terhadap calon suaminya. Orang yang tidak memiliki dasar agama yang kuat, akan enggan untuk melamar gadis berjilbab, bukan?” Aku menunduk lebih dalam. “Terakhir, berjilbab tak pernah menghalangi muslimah untuk maju dalam kebaikan,” ujar Mbak Nadia. “O ya berjilbab memang bukanlah satu-satunya indikator ketakwaan, namu berjilbab merupakan sebuah realisasi amaliyah dari keimanan seorang muslimah. Jadi lakukanlah semampunya. Tak perlu ada pernyataan-pernyataan negatif seperti “Kalau aku hati dulu yang dijilbabin”. Hati kan urusan Allah, tugas kita beramal saja dengan ikhlas.” “Setujuuuu,” koor hadirin. “Nah, sebagai bagian dari ummat yang besar ini, masalah jilbab bukanlah masalah yang harus membuat kita bertengkar. Pakailah dengan kesadaran dan jangan mengejek atau memaksa muslimah yang belum memakainya, malah kita harus merangkul mereka. Tunjukkan ahlak kita yang indah sebagai muslimah.” Kini semua orang bertepuk tangan. Aku berdiri memberi applaus pada Mbak Nadia. Keren banget alasannya berjilbab. “Alasan ini Mbak, yang bisa saya terima!” teriakku. “Biasanya yang saya dengar: kita, perempuan pakai jilbab untuk membantu lelaki menjaga pandangannya. Huh parah! Sebel dengarnya! Kenapa harus kita yang repot menjaga pandangan mereka? Nggak banget deh!” teriakku. Gerrrrrrr, para hadirin tertawa lagi. Sebagian menunjuk-nunjuk ke arahku. Tika menarik-narik ujung baju menyuruhku kembali duduk. Tiba-tiba, kudengar suara Mas Gagah, “Moderator dan hadirin, perkenalkan, penanya tentang jilbab ini adalah adik saya Gita Ayu Pertiwi.” Semua orang menoleh kepadaku yang masih berdiri. Aku salah tingkah. Mas Gagah tersenyum. Mbak Nadia juga. Tika nyengir. Aku makin salah tingkah. “Insya Allah sebagaimana kita semua, Gita sedang berproses menjadi pribadi yang lebih baik. Ishlah dalam setiap desah napas. Kita doakan ya agar Allah memberi semua kebaikan, hidayahnya kepada Gita… dan kita semua di sini.” “Aaamiiiiiin,” seru hadirin. Suara Tika terdengar paling keras. Mas Gagah tersenyum dari jauh. Alhamdulillah sepertinya ia tak marah padaku.. “Masih mau ikut Mas nggak?” tanya Mas Gagah saat kami berdua dalam perjalanan pulang. “Mau. Ke mana, Mas? Ke tempat Mbak Nadia?” godaku. “Kirain belum kenal sama kakaknya Tika, ternyata….Uuu, Gita mau tuh jadi adik iparnya Mbak Nadia nanti!” “Hus!” Mas Gagah tersipu, menggandengku. Mobil kami terus berjalan, jauh sekali, melintasi entah daerah yang asing bagiku. Mas Gagah berhenti sekali di sebuah supermarket kecil. Aku mengerutkan kening melihatnya membeli makanan kering, mie instan beberapa kardus, buku dan alat-alat tulis. Mau ke mana? Hujan turun rintik-rintik, lalu makin deras. Mobil kami susah payah masuk di jalan kecil yang hanya pas untuk satu mobil. Jalan kumuh dengan rumah-rumah triplek dan kardus berjejalan, di sebuah kolong jembatan di daerah Jakarta Utara. Ketika hujan benar-benar reda, aku mencium aroma sampah yang kuat. Kami turun dan segera kakiku disambut cipratan air sisa hujan yang menghitam. Beberapa anak berlarian menghampiri kami, di antaranya bertelanjang dada. Wajah mereka sumringah. “Mas Gagah! Mas Gagah datang! Horeeeeee!” Mas Gagah menatapku sambil tersenyum. “Kenalkan, ini adik-adik kita, Gita!” Aku ternganga. Mataku basah saat mereka berebutan mencium tangan kami dan tak berhenti bercerita. Mas Gagah memeluk, bertanya ini itu, mengajarkan beberapa hal, juga sempat bermain bersama mereka. Belum hilang kagetku, tiga orang berbadan besar, sebagian bertato, tiba-tiba menghampiri kami. Ah tempat seperti ini memang banyak premannya. Aku sudah bersiap pasang kuda-kuda ketika kemudian…. “Gagah!” What? Mas Gagah dan ketiga orang itu berjabat tangan lalu berangkulan sambil mengucapkan salam. “Git, kenalin: ini Bang Urip, Bang Ucok dan Kang Asep.” Aku mengangguk sambil mengernyitkan kening. “Mereka yang jaga tempat ini dan melindungi anak-anak dari orang-orang jahat. Kami berkenalan enam bulan lalu dan membuka rumah baca bagi anak-anak di sini….” Aku melongo. Rumah baca? Preman? “Ya, kami preman insyap hahaha,” kata salah satu di antara mereka. Aku masih tak mengerti. “Dulu kite pernah palakin Gagah, trus kite babak belur. Nah senpai kite palak! Hehehe,” tukas Bang Urip padaku. Lalu kulihat mereka bercerita macam-macam pada Mas Gagah. “Sudah banyak perbaikan. Yang jadi copet sudah tak ada. Yg jadi garong apalagi. Piss, Piiis, Gagah. Terimakasih bimbinganmu selama ini. Eh, yang mau ikut ngaji bertambah lagi. Itu, pimpinan preman RW sebelah,” kata Bang Ucok. “Alhamdulillah. Seru itu Bang!” kata Mas Gagah akrab. “Terus, anak-anak di sini jadi tambah senang baca euy. Baca melulu. Jadi kepintaran kadang-kadang! Kami teh bisa kalah atuh sama mereka,” selak Kang Asep sambil nyengir. Mas Gagah tertawa. “Nyok kite sholat dulu, Gah. Noh mushola kite nyang bulan lalu belum kelar, sekarang ude bagus gara-gara elo dan temen-temen lo,” ujar Bang Urip. “Alhamdulillah,” senyum Mas Gagah lagi, sambil memberi isyarat tangan padaku untuk melihat jauh ke depan, arah pojok kanan dari tempat kami berdiri. Sebuah mushala kecil dengan bata merah yang baru disemen. “Eh, setiap ketemu kan kite yel dulu!” kata Bang Urip. Lalu seperti diaba-aba, kulihat mereka semua berdiri: “Preman insaaaaap!” teriak Bang Urip. Lalu kulihat Mas Gagah, Bang Ucok, Bang Urip dan Kang Asep melompat-lompat sambil mengepalkan tangan ke atas, berseru penuh semangat ala militer: “Huh huh huh huh: istiqomah!” Mereka berangkulan. Kemudian setengah berlari sambil tertawa, menuju mushala. Di belakang mereka, anak-anak kecil mengikuti sambil melambai-lambai mengajakku ke mushala pula. Ah, Mas Gagah…, apa lagi yang telah ia lakukan? Mengapa akhir-akhir ini ia semakin sering membuatku menangis, lalu menorehkan pelangi di dada yang sesak?

Lusa ulang tahunku. Dan hari ini sepulang sekolah, aku mampir ke rumah Tika. Minta diajarkan memakai jilbab yang rapi. Tuh anak sempat histeris juga. Mbak Nadia senang dan berulang kali mengucap hamdalah. “Salam nggak, Mbak, sama Mas Gagah?” usilku. Mbak Nadia geleng-geleng kepala, mencubit pipi ini. “Aw!” jeritku. Dan sekarang saatnya memberi kejutan pada Mas Gagah! Mama bisa dikompakin. Nanti sore aku akan mengagetkan Mas Gagah. Aku akan datang ke kamarnya memakai jilbab putihku. Kemudian mengajaknya jalan-jalan untuk persiapan syukuran ultah ketujuh belasku. Kubayangkan ia akan terkejut gembira, memelukku. Apalagi aku ingin Mas Gagah yang memberikan ceramah pada acara syukuran yang insya Allah mengundang teman-teman, anak-anak panti yatim piatu dekat rumah kami, serta anak-anak rumah baca dan para preman insyaf di sana. Hihi, aku tersenyum membayangkan betapa serunya nanti. “Mas Ikhwan!! Mas Gagaaaaah! Maaasss! Assalaamu’alaikum!” kuketuk pintu kamar Mas Gagah dengan riang. “Mas Gagah belum pulang,” kata Mama. “Yaaaaa, kemana sih, Ma?!” keluhku. “Kan diundang ceramah ke Bogor. Katanya langsung berangkat dari kampus.” “Jangan-jangan nginep, Ma. Biasanya malam minggu kan suka nginep di rumah temannya, atau di Masjid.” “Insya Allah nggak. Kan Mas Gagah inget ada janji sama Gita hari ini,” hibur Mama menepis gelisahku. Kugaruk-garuk kepalaku yang tak gatal. Entah mengapa aku kangen sekali dengan Mas Gagah. “Eh, jilbab Gita mencong-mencong tuh!” Mama tertawa. Tanganku sibuk merapikan jilbab yang kupakai. Tersenyum pada Mama.

Sudah lepas Isya. Mas Gagah belum pulang juga. “Mungkin dalam perjalanan. Bogor kan lumayan jauh,” hibur Mama lagi. Tetapi detik demi detik, menit demi menit berlalu. Sampai jam sepuluh malam, Mas Gagah belum pulang juga. “Nginap barangkali, Ma?” duga Papa. Mama menggeleng. “Kalau mau nginap Gagah selalu bilang, Pa!” Aku menghela napas panjang. Menguap. Ngantuk. Jilbab putih itu belum juga kulepaskan. Aku berharap Mas Gagah segera pulang dan melihatku memakainya. “Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinggg !” Telpon berdering. Papa mengangkat telepon. “Halo, ya betul. Apa? Gagah?” “Ada apa, Pa?” tanya Mama cemas. “Gagah…, kritis, Rumah Sakit Mitra,” suara Papa lemah. “Mas Gagaaaaaahhh!” Air mataku tumpah. Tubuhku lemas. Tak lama kami sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Aku dan Mama menangis berangkulan. Jilbab kami basah.

Dari luar kamar kaca, kulihat tubuh Mas Gagah terbaring lemah. Tangan, kaki, kepalanya penuh perban. Dua orang polisi hilir mudik di sekitar kami. Salah satunya sibuk menelpon. Tampak juga beberapa sahabat Mas Gagah. Beberapa suster melarang kami untuk masuk ke dalam ruangan. “Tapi saya Gita, adiknya, Suster! Mas Gagah pasti mau lihat saya pakai jilbab iniii!” kataku emosi pada suster di depanku. Mama merangkulku, “Sabar, Sayang, sabar.” Di ujung ruangan Papa tampak serius berbicara dengan dokter yang khusus menangani Mas Gagah. Wajah mereka suram. “Suster, Mas Gagah akan hidup terus kan, Suster? Dokter? Ma?” tanyaku. “Papa, Mas Gagah bisa ceramah pada syukuran Gita kan?” air mataku terus mengalir. Tapi tak ada yang menjawab pertanyaanku kecuali kebisuan dinding putih rumah sakit. Dan dari kamar kaca kulihat tubuh yang biasa gagah enerjik itu bahkan tak bergerak! “Mas Gagah, sembuh ya, Mas…, Mas Gagah…, Gita udah jadi adik Mas yang manis. Mas Gagah…,” bisikku. “Terjadi kerusuhan di Bogor. Ada ratusan orang yang ingin merusak sebuah rumah ibadah. Gagah melintasi daerah itu. Ia turun dari mobil dan berusaha menenangkan massa,” suara seorang polisi bicara pada Papa. “Ia bahkan berdiri di depan rumah ibadah itu, melindungi mereka bersama dua orang temannya.” “Sebenarnya massa sudah tenang, mendengar apa yang disampaikan Gagah. Bahwa Islam itu mengajarkan kedamaian dan membawa pada keselamatan. Gagah bahkan bilang saatnya kita bergandeng tangan dan berjabat hati untuk membangun negeri….Mereka secara bergerombolan pun beranjak pergi,” tambah salah satu teman Mas Gagah. “Lalu kenapa jadinya begini?” tanya Mama berlinang airmata. “Entahlah, ketika massa pergi, tiba-tiba kami lihat hujan batu, entah dari mana. Sebelum kami sadar apa yang terjadi, Gagah sudah jatuh berlumuran darah!” kata teman Mas Gagah lagi. “Kami tidak lihat siapa yang melukainya!” “Lalu massa bubar,” kata salah satu polisi. “Beberapa diantaranya melepas jubah yang mereka kenakan di jalan. Katanya mereka bukan warga desa itu. Mereka entah datang darimana.” “Orang yang menyakiti Mas Gagah pasti orang jahat! Jahaaaaaaat! Gilaaa!” teriakku terisak. “Mama memelukku lagi. “Pasti, Gita. Dan Mas Gagah….Mas-mu orang baik, Gita. Ia sedang berbuat baik saat terluka…,” tapi airmata Mama tak kalah deras. Aku masih menangis dan memukuli dinding. Mama dan Papa berusaha menenangkanku. Seorang teman Mas Gagah mengingatkan bahwa ini jalan yang harus dilalui Mas Gagah. “Jalan yang dipilih Gagah adalah jalan mulia, Gita,” tuturnya. Jalan yang sungguh mulia. Kami bersaksi!” “Mana tersangkanya, Pak? Mana? Biar ia rasakan juga apa yang dirasakan Gagah sekarang! Manaaaa?” Suara seseorang, parau! Aku menoleh. Bang Ucok dari pemukiman kumuh itu! Seorang polisi menghampirinya, “Tenang, maaf…kami belum mendapatkan tersangkanya. Kami berjanji akan mengusut tuntas kasus ini.” Tiba-tiba kulihat di belakang Bang Ucok, Bang Urip dan Kang Asep tergopoh-gopoh. Mata mereka basah dan merah. Wajah mereka kaku, penuh bias kehilangan yang dalam. “Harusnya kite bertige ade di sono! Harusnya kite bertige ade di sono, ya Allaaah!” suara Bang Urip. “Gagah orang nyang paling baek, Bapak, Ibu. Dia nyang paling peduli ama kami yang dianggap sampah masyarakat. Dia deketin kami terus lagi suseh apalagi seneng. Kagak pernah ade unsur politiknye kayak orang-orang laen,” ujar Bang Urip menghampiri Mama dan Papa. “Gagah mah udah membuat kami jadi lebih pede, lebih berarti, ngerti habluminallah habluminannaas,” tambah Kang Asep. Mama Papa memandang mereka haru. Aku masih terisak di sudut ruangan. Geram. Marah. Pedih. Gelisah. Sampai kulihat Tika dan Mbak Nadia datang. Setelah mengucapkan simpati pada Mama dan Papa, mereka menghampiri, berusaha menenangkan dan menghiburku. Tiga jam kemudian kami masih berada di rumah sakit.. Sekitar ruang ICU mulai sepi. Tinggal kami, seorang bapak paruh baya yang menunggui anaknya yang juga dalam kondisi kritis, Tika, Mbak Nadia, serta beberapa sahabat Mas Gagah, Bang Ucok, Bang Urip dan Kang Asep. Aku sudah lebih tenang, berzikir dan terus berdoa, dibimbing Mbak Nadia. Ya Allah, selamatkan Mas Gagah, Gita, Mama dan Papa butuh Mas Gagah, ummat juga.” Tak lama dokter Joko yang menangani Mas Gagah menghampiri kami. “Ia sudah sadar dan memanggil nama Ibu, bapak, dan Gi….” “Gita…,” suaraku serak menahan tangis. (Baca selengkapnya)

3 Hal Tentang Hati

CORETAN KECIL ANISA

Dari hati. Semua hal dan kebaikan yang kita lakukan pasti akan berasal dari hati. Hati baik akan mengarahkan pemiliknya untuk melakukan hal-hal baik. Sebaliknya, hati yang buruk selalu mendorong pemiliknya untuk melakukan hal-hal buruk. Mendengarkan kata hati, sebenarnya mudah sekali untuk dilakukan.

Hanya saja, kebanyakan kita jarang sekali bersedia mendengarkan kata hati sendiri. Padahal, kata hati tak pernah berbohong pada pemiliknya. Kata hati selalu menunjukkan jalan yang baik, yang meskipun pada awalnya jalan itu tak pernah kita sukai. Tapi pada akhirnya, jalan yang ditunjukkan kata hati akan memberikan banyak kebaikan yang tak pernah kita sangka.

Kalian pasti sering kan menggunakan kata hati untuk mengambil keputusan? Bagus. Hati memang harus selalu dilibatkan. Karena seorang manusia, jika otaknya sudah mati, hatinya pasti hidup. Bicara hati, berikut ini ada beberapa hal yang seharusnya melibatkan hati.

1. Bahasa.
Kita pasti sudah sering mendengar ungkapan, bahasa yang berasal dari hati, pasti akan sampai ke hati. Apa-apa yang berasal dari hati pasti selalu menyentuh hati. Manisnya kata-kata yang berasal dari hati, pasti ngga bakal bikin cepet eneg kok. Beda dengan kata-kata yang Cuma berasal dari bibir, penuh gula-gula, manisnya bikin mual.

Baca Selengkapnya ...

Ungkapkan Cinta, Agar Tidak ....

ANISA AE

Berbagi dan menginspirasi

Kalian pernah ngga ngalami cinta diam-diam? Sedih ya rasanya mencintai seseorang tanpa bisa mengungkapkan? Salah sendiri sih, kenapa coba kalau cinta cuma dipendam. Jadinya nyesek deh.

Apa sih untungnya memendam perasaan. Tidak ada untungnya. Yang ada malah kita rugi sendiri. Selalu makan hati. dan ngga bisa bilang apa-apa kalau dia jalan sama orang lain. Biar ngga nyesek sendirian, sebaiknya ungkapkan saja apa yang kita rasakan. Okelah, kita takut dia nolak kita. Kalau ditolak, ya sudah, berarti dia memang bukan untuk kita.


Tapi seenggaknya, setelah mengungkapkan, kita bisa lega. Minimal tahu juga apa yang dia rasakan pada kita. Syukur-syukur kalau dia juga sama kita. Tapi bayangkan, kalau dia ternyata suka sama kita dan dam ngga berani mengungkapkan. Kita juga diam-diam aja ngga pernah terus terag untuk ngungkapin perasaan. Kebayang kan, cinta kalian ngga bakal pernah bersatu padahal alian saling mengharapkan.

Biar ngga memendam cinta sendirian diam-diam, nih saya jabarkan beberapa kerugian memendam cinta sendirian.

1. Nyesek sendirian
Mau bagi-bagi perasaan sama siapa kalau lagi jengkel? Sama sahabat? Kasihan deh sahabatmu Cuma dijadiin tong sampah buat buang curhatan-curhatan galaumu. Syukur-syukur kalau ada sahabat. Kalau ngga ada? Kasihan deh nyesek sendirian.


2. Cemburu berlebihan
Kamu pasti akan ngerasain ini kalau memendam cinta berlebihan. Cemburu banget waktu dia deket sama cewek. Tapi kamu ngga bisa berbuat apa-apa. Mau ngelarang, tapi kamu siapa?

Baca Selengkapnya

Alasan Kenapa Hujan Disukai

ANISA AE


Anisa AE - Tentang hujan. Hujan yang turun tipis-tipis di balik jendela termasuk salah satu bagian favorit bagi orang-orang yang suka menikmati hujan. Bagi penikmat hujan, hujan yang turun merupakan sebuah kebahagiaan kecil yang Tuhan turunkan untuk manusia. Meski ada beberapa orang yang mengaku membenci hujan, tapi masih banyak pula orang di luar sana yang menyukai hujan. Bahkan merindukan hujan turun setiap waktu.
Di bawah ini ada beberapa alasan kenapa orang menyukai hujan. Simak, yuk!

1. Meneduhkan
Saya ngga mau bilang hujan yang melanda Jakarta dan kota-kota lain yang berakibat banjir, ya? Lagipula kalau banjir, yang salah kan bukan hujannya, tapi sistem peresapan air dan pengelolaan sampah yag ngga beres, toh. Oke, balik ke point. Hujan itu bisa mendatangkan keteduhan. Di tengah kegersangan hati, kadangkala kedatangan hujan memang pantas dirindukan. Bayangkan saja kalau otak kita panas, tapi cuaca ikutan panas. Duh, bisa dijamin kepala ini pasti bakal mendidih.

2. Lagu alam
Suara rintik yang tak beraturan, mencipta harmonika tersendiri. Suara tetesan air yang pertama kali jatuh di atas genting, suara kucuran air hujan di atas permukaan tanah, merupakan perpaduan musik klasik dari alam.

Baca Selengkapnya
'

Masih Mikirin si Dia? Harus Baca Ini



Susah ya buat ngilangin bayangan dia dari pikiran dan hati kita? Kasihan sekali.

Sebenarnya ada banyak cara untuk melupakan si dia. Atau minimal, bikin bayangannya ngga balik lagi ke pikiran kita. Cara-cara itu gampang dan bahkan artikelnya saja sudah banyak beredar di internet. Dari sebarek artikel dengan jutaan teori ‘melupakan mantan atau gebetan’ di internet, ngga bakal ada gunanya kalau diri kita sendiri ngga mau berubah.

Seperti kata orang bijak, sesuram apa pun masa lalumu, masamu kini, esok, dan yang akan datang masih suci. Lantas, untuk apa kamu me-najis-kan masa depanmu dengan bayangan dia/ Bikin kotor saja. mending move on dan move up.



Dia yang pernah hadir di hidup kamu, memberi kehangatan dari hatinya, lantas meleburkan hatimu pada waktu kemudian, sudah tidak sepantasnya kamu pikirkan. Bagaimana mungkin kamu memikirkan seseorang yang melukaimu, sementara yang melukaimu tak pernah berpikir dua kali ketika akan menyakitimu. Buang-buang waktu dan energi, kan?

Mending buka hati kembali. Hati yang tersakiti bisa sembuh dengan kedatang hati baru. Buka kesempatan lagi. Sudah terlalu lama kamu menutup hati. Padahal tanpa kamu tahu, di luar sana ada jutaan hati yang menunggumu. Dari sekian juta hati itu, mungkin ada beberapa hati yang memilih mundur ketika tahu kamu seperti ini, lemah karena dia. Tapi, pasti masih banyak hati-hati lain yang senantiasa menunggumu setiap waktu. Berharap kau ‘sembuh’ dan bangkit lagi. Lalu membuka hatimu untuk dimasuki.



Sejuta teori yang kamu baca –termasuk teori ngga jelas ini– ngga bakal berguna kalau kamu tidak menyegerakan diri untuk ‘sadar’. Ayolah, Teman. Sayang sekali masa kini kita hanya untk meratapi si dia yang jelas-jelas tega menghancurkan hati dan harap kita. sayang sekali  waktu yang terbuang percuma untuk memikirkannya dan mengacaukan keseharian kita. secara ngga sadar, saat kamu galau, di luar sana, pasti ada hati yang patah ketika menemukanmu dalam kondisi kegalauan yang mengenaskan.

5 Tips Menjalani LDR

LDR
Banyak orang bilang, katanya cinta tak mengenal jarak. Memang benar. Buktinya, banyak juga pasangan yang rela menjalin hubungan meski terpisak jarak yang tidak dekat atau biasa disebut long distance relationship (LDR). Sebagian di antara mereka yang akan atau tengah menjalani hubungan jarak jauh, mempersiapkan hatinya sekuat mungkin agar bisa memendam rindu. Mungkin banyak juga di luar sana, pasangan yang memilih mengakhiri hubungan cintanya ketika jarak menyambut di depan hubungan mereka. Tapi tak sedikit pula yang malah menguatkan hati untuk tetap menjalin hubungan meski dipisahkan jarak dan siap menerima berbagai konsekuensi.



Sayangnya, membangun hubungan jarak jauh tidaklah mudah. Ada banyak sekali hal-hal yang mengancam dan meretakkan hubungan pasangan yang menjalin LDR kapan pun. Nah, untuk teman-teman yang akan atau tengah menjalin hubungan jarak jauh, nih, ada beberapa tips yang bisa dicoba.

1. Kepercayaan
Sudah banyak orang tahu, kalau kepercayaan amatlah berharga dalam suatu hubungan. Tanpa kepercayaan, sebuah hubungan bagaikan kapal yang melaju tanpa nahkoda. Bisa jadi berlayar tanpa arah, tersesat lalu diserang badai, menabrak karang dan hancur. Menumbuhkan kepercayaan satu sama lain amatlah penting. Tapi tidak semua hal yang ia katakan harus kita percaya. Kenapa? karena kita tidak tahu, benar atau tidak dia melakukan itu. Bisa saja tangannya melakukan A tapi bibirnya berkata B, bukan. Yang terpenting adalah jeli. Kita sudah mengenalnya, pastinya kamu tahu perubahan terkecil yang terjadi padanya. Bila ada yang berubah, kita berhak bertanya 'ada apa' padanya.