Jatimku.com – Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Republik Indonesia membuka kemungkinan penerapan program wajib militer (wamil) di Tanah Air. Namun, wacana ini masih bergantung pada tersedianya anggaran yang besar untuk mendukung pelaksanaannya secara menyeluruh.
Hal ini disampaikan langsung oleh juru bicara Kemenhan, Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha, yang menyebut bahwa pelaksanaan wajib militer dapat menjadi salah satu strategi pertahanan negara, namun perlu perencanaan matang, termasuk kesiapan anggaran.
"Wajib militer tentu bisa dilakukan, tapi itu perlu biaya yang sangat besar. Karena kita bicara tentang jumlah penduduk usia produktif yang sangat besar juga," ujar Brigjen Edwin dalam pernyataannya kepada media, Kamis (18/4/2025).
Ia menambahkan, Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia membutuhkan pendekatan yang sangat hati-hati dalam mengimplementasikan program seperti ini. Tak hanya menyangkut pelatihan militer dasar, tapi juga infrastruktur, logistik, pelatihan, hingga kebutuhan konsumsi dan kesehatan para peserta wajib militer.
Wajib Militer untuk Bela Negara?
Program bela negara yang telah berjalan di bawah naungan Kemenhan selama beberapa tahun terakhir menjadi salah satu cikal bakal pengembangan wacana wajib militer. Namun berbeda dengan program bela negara yang bersifat sukarela dan lebih ringan, wajib militer akan bersifat wajib bagi seluruh warga negara dalam kelompok usia tertentu.
“Jika memang negara memiliki kapasitas anggaran dan keputusan politik yang kuat, ini bisa menjadi kebijakan besar untuk memperkuat pertahanan nasional,” tambah Brigjen Edwin.
Ia menekankan bahwa di negara-negara lain seperti Korea Selatan dan Singapura, wajib militer bukan hanya soal pertahanan, tetapi juga membentuk karakter kebangsaan dan disiplin generasi muda.
Pro dan Kontra di Tengah Masyarakat
Pernyataan dari Kemenhan ini memunculkan berbagai tanggapan dari masyarakat. Di media sosial, sejumlah warganet mendukung wacana ini sebagai bentuk kesiapsiagaan nasional. Namun, tak sedikit pula yang mengkhawatirkan dampaknya terhadap dunia pendidikan, ekonomi, dan sosial, terutama bagi pemuda yang sedang menempuh pendidikan tinggi atau bekerja.
Pengamat militer dan pertahanan dari Lembaga Studi Strategis Indonesia (LSSI), Arif Susanto, menilai bahwa wacana wajib militer perlu dikaji secara mendalam.
“Kesiapan anggaran memang krusial, tapi yang lebih penting adalah kesiapan sistem pendidikan militer sipil, skema rekrutmen, serta jaminan hak-hak peserta wamil,” katanya.
Belum Ada Keputusan Final
Hingga saat ini, Kemenhan menegaskan bahwa wacana ini masih dalam tahap kajian dan belum ada keputusan resmi dari pemerintah. Semua keputusan strategis tetap akan berada di tangan Presiden dan lembaga legislatif, serta harus melalui diskusi publik yang luas.
“Rakyat perlu dilibatkan dalam dialog kebijakan ini. Jangan sampai muncul kesan bahwa negara memaksa, padahal partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan pertahanan semesta,” tutup Brigjen Edwin.