Malang, Jatimku.com — Memperingati Hari Kartini, Yayasan Arek Kepanjen (AK) Indonesia bersama Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Malang menggelar sarasehan bertajuk “Darurat Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak”. Acara berlangsung di Pesantren Rakyat Al-Amin, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, pada Senin (21/4/2025).
Sarasehan ini menghadirkan narasumber dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Malang, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Malang, serta aktivis perempuan Khoirun Nisa’ula, S.Pd. Acara diikuti sekitar 150 peserta dari berbagai kalangan, mulai dari Muslimat NU, Fatayat NU, IPPNU, tenaga pengajar, siswi SMP dan SMA, hingga santri dan masyarakat umum. Suasana acara juga diwarnai penampilan gamelan serta pembacaan puisi oleh santri Pesantren Rakyat.
KH Abdullah Sam, pimpinan Pesantren Rakyat Al-Amin, dalam sambutannya menyoroti tingginya angka kekerasan, kejahatan seksual, dan perzinahan di Indonesia. Ia juga mengkritisi ekstremisme feminisme yang berkembang di luar negeri.
“Saat ini banyak perempuan enggan menikah dan hamil karena menganggap kehamilan sebagai kejahatan dari laki-laki,” ujar KH Abdullah Sam. Ia berharap sarasehan ini tak hanya membahas kekerasan dalam rumah tangga, namun juga fenomena perzinahan yang menurutnya merupakan dosa besar dan perlu perhatian serius dalam penyusunan kebijakan.
Pembina Yayasan AK Indonesia, Achmad Hussairi, menambahkan bahwa tema ini diangkat sebagai bentuk keprihatinan atas maraknya kasus hukum dengan korban perempuan dan anak. “Kegiatan ini menjadi salah satu program kerja Bidang Hukum Yayasan AK Indonesia, sekaligus menjadi wadah edukasi masyarakat,” ujarnya.
Perwakilan UPPA Polres Malang, Brigpol Silvi, memaparkan lima bentuk kekerasan yang menjadi fokus UPPA, yakni kekerasan fisik, psikis, penelantaran, seksual, dan ekonomi. Ia menekankan pentingnya pelaporan dini serta pendampingan bagi korban di bawah umur.
Sementara itu, perwakilan DPPPA Kabupaten Malang, RR Sari Ratih Mala Dewi, SE, menyampaikan strategi pencegahan lewat pembentukan pondok pesantren ramah anak, forum anak, rumah curhat, serta Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak yang menjangkau hingga tingkat desa. Ia juga mengingatkan tentang bahaya pernikahan dini, meskipun kasusnya di Kabupaten Malang dilaporkan menurun pada 2024.
Sebagai pembicara terakhir, aktivis perempuan Khoirun Nisa’ula, S.Pd menekankan dampak sosial dari pergaulan bebas, mulai dari status anak di luar nikah, hilangnya harga diri, hingga potensi diskriminasi. Ia mendorong generasi muda untuk menjaga diri, fokus pendidikan, dan memiliki impian yang tinggi.
Sarasehan diakhiri dengan sesi diskusi interaktif, di mana para peserta antusias menyampaikan pertanyaan dan berbagi pengalaman, khususnya mengenai pendidikan anak dan penggunaan media sosial.
Dengan acara ini, diharapkan lahir kesadaran kolektif akan pentingnya perlindungan hukum bagi perempuan dan anak, serta tumbuhnya semangat Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan dan perlindungan yang adil bagi semua.