Latest News

Palestina: Tanggung Jawab Kemanusiaan yang Tak Bisa Diabaikan


Surabaya, Jatimku.com — Konflik yang berlangsung di Palestina bukan hanya sekadar catatan sejarah atau polemik politik luar negeri. Ia adalah luka kemanusiaan yang masih menganga, yang menuntut kepedulian dunia, termasuk Indonesia, sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai kemerdekaan dan keadilan.


Sejak deklarasi berdirinya negara Israel pada tahun 1948, yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ketidakadilan mulai dirasakan luas oleh masyarakat Arab, khususnya rakyat Palestina. Penolakan terhadap eksistensi Israel yang dianggap sebagai bentuk kolonialisme modern ini menandai awal dari konflik berkepanjangan yang hingga kini belum menemukan titik terang.


Selama puluhan tahun, dunia hanya bisa menyaksikan penderitaan rakyat Palestina dari layar kaca—anak-anak kehilangan tempat tinggal, perempuan dan lansia menjadi korban, dan infrastruktur penting seperti sekolah serta rumah sakit luluh lantak akibat serangan militer. Blokade ekonomi, tekanan militer, dan krisis kemanusiaan menjadi makanan sehari-hari bagi rakyat yang hanya ingin hidup dalam damai.


Namun ironisnya, tidak sedikit pihak yang keliru dalam memahami akar persoalan ini. Konflik Palestina kerap direduksi hanya sebagai pertikaian antaragama. Padahal, sesungguhnya ini adalah permasalahan hak asasi manusia, penjajahan atas tanah, dan kepentingan geopolitik global yang memperalat kehidupan jutaan manusia tak berdosa.


Dalam konteks inilah, Indonesia memiliki peran penting. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan pijakan ideologis dalam UUD 1945 yang tegas menolak segala bentuk penjajahan, bangsa ini memiliki tanggung jawab moral untuk terus menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.


Moh. Nurisul Anwar, S.M. Bis, Ketua Umum DPP Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar (FKMSB) periode 2025–2027, menekankan bahwa masyarakat sipil Indonesia sejatinya memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan.

 

“Konflik Palestina bukan hanya soal mereka yang tinggal di sana, tapi juga tanggung jawab kita semua sebagai manusia. Kita tidak bisa terus menjadi penonton. Sudah saatnya bergerak,” tegas Nurisul kepada Jatimku.com.


Ia mengajak masyarakat untuk terlibat dalam aksi-aksi nyata seperti kampanye sosial, penggalangan dana, penyebaran informasi sejarah Palestina yang benar, serta mendukung produk-produk yang berasal dari wilayah Palestina.


Lebih jauh, Nurisul melihat Indonesia memiliki posisi strategis di dunia internasional. Dengan jaringan diplomatik yang luas dan hubungan baik dengan negara-negara Timur Tengah maupun Barat, Indonesia bisa berperan sebagai mediator dan pembentuk opini internasional demi mendorong solusi damai dan berkeadilan.

 

“Kita jangan menunggu para pemimpin dunia. Sebagai rakyat, sebagai bagian dari masyarakat sipil, kita juga punya kekuatan untuk memengaruhi arus besar kebijakan global,” tambahnya.


Solidaritas terhadap Palestina, lanjutnya, tidak cukup hanya dengan empati atau simbol. Harus ada langkah konkret yang bisa dilakukan setiap individu. Dan ini, menurutnya, bukan hal mustahil—bahkan bisa dimulai dari hal-hal kecil di sekitar kita.


Saat dunia memilih untuk bungkam atau terjebak dalam kepentingan politik yang rumit, suara kita harus tetap lantang menyuarakan keadilan. Saat media dunia lelah memberitakan Palestina, kita harus tetap menulis, berbicara, dan bertindak.

 

“Palestina butuh kita. Dan kita mampu untuk jadi bagian dari perubahan,” tutup Nurisul.