Jatimku– Pemerintah tengah mempertimbangkan usulan agar pengemudi ojek "online" (ojol) dapat menikmati subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan syarat menggunakan pelat kuning. Gagasan ini dikemukakan oleh pengamat transportasi Djoko Setijowarno dalam keterangannya pada Senin (10/2/2025).
Menurut Djoko, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bisa meniru sistem yang sudah diterapkan di Kota Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan, di mana kendaraan ojek sudah menggunakan pelat kuning. Dengan perubahan ini, pengemudi ojol berpotensi mendapatkan akses terhadap BBM bersubsidi, yang saat ini hanya diperuntukkan bagi angkutan umum resmi.
"Jika ojek online menggunakan pelat kuning, mereka bisa diakui sebagai angkutan umum dan berhak mendapatkan subsidi BBM, sebagaimana transportasi umum lainnya," ujar Djoko.
Saat ini, kendaraan roda dua berbasis aplikasi masih menggunakan pelat hitam, yang menandakan statusnya sebagai kendaraan pribadi. Hal ini membuat pengemudi ojol tidak dapat mengakses BBM subsidi yang diperuntukkan bagi angkutan umum, seperti angkot dan bus.
Dampak Positif dan Tantangan Regulasi
Djoko menilai bahwa kebijakan ini dapat membantu meringankan beban pengemudi ojol yang kerap mengeluhkan harga BBM yang terus naik. Dengan adanya subsidi, biaya operasional mereka bisa lebih terjangkau, sehingga pendapatan bersih mereka meningkat.
Namun, usulan ini juga menghadapi tantangan regulasi. Saat ini, ojek online masih belum diakui sebagai angkutan umum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Perubahan status kendaraan menjadi berpelat kuning dapat berdampak pada aspek perpajakan, tarif, dan regulasi lainnya.
Selain itu, perlu ada koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, serta penyedia layanan transportasi online untuk memastikan kebijakan ini dapat berjalan tanpa menimbulkan konflik dengan aturan yang sudah ada.
Respons dari Berbagai Pihak
Usulan ini mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak. Beberapa pengemudi ojol menyambut baik gagasan tersebut karena dianggap bisa mengurangi pengeluaran mereka. Namun, ada pula yang khawatir terhadap kemungkinan adanya aturan tambahan yang dapat membatasi fleksibilitas mereka dalam bekerja.
Di sisi lain, pihak penyedia layanan transportasi online juga perlu menyesuaikan kebijakan operasional mereka jika usulan ini benar-benar diterapkan.
Pemerintah diharapkan segera mengkaji lebih lanjut usulan ini, dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak, terutama pengemudi ojek online yang bergantung pada layanan ini sebagai mata pencaharian utama.